Selasa, 06 September 2022

MBR PANTANG MENYERAH MENGHADAPI COVID-19

 



Bu Sadiyah saat berjual di depan rumah

        Ibu SADIYAH, sosok wanita dengan perjuangan tak kenal lelah dalam menghidupi diri dan keluarga di tengah gejolak perekonomian yang sulit baik dari ketidak mampuan ekonomi keluarga hingga terpaan pandemi covid-19 yang telah menerjang hampir seluruh dunia. 

        Wanita kelahiran 20 Oktober 57 tahun silam ini mengaku sejak kecil harus hidup dalam kesedihan mengingat perekonomian keluarga yang berada dibawah garis kemiskinan ditambah sang ayah sebagai tulang punggung keluarga harus meninggalkan dunia fana untuk selamanya di usia beliau masih belia. 

       Sebagai single parent, sang ibu (Ibu Tiamah) harus membesarkan beliau bersama adik - adiknya untuk dapat bertahan hidup dengan berbagai cara yang mampu beliau kerjakan dengan menjadi pembantu rumah tangga bagi warga sekitar. 

       Ibu SADIYAH yang bertempat tinggal di jalan banyu urip lor VIII/50 sejak kecil di ajarkan oleh kedua orang tuanya terutama sang ibu untuk tidak mudah putus asa dalam menjalani kehidupan. 

       Berbagai upaya dilakukan dalam pemenuhan kebutuhan untuk membantu sang suami yang hanya sebagai buruh bangunan tak menyurutkan semangat beliau untuk menambah pendapatan keluarga demi mencukupi keperluan sekolah 3 anaknya. Dengan harapan mampu mengentaskan sang buah hati agar menjadi anak - anak yang berguna dan bermasa depan cerah. 

        Dengan keterampilan membuat kue gorengan semasa beliau masih kecil, ditahun 2012 beliau mulai menjalankan usaha berjualan yang hanya bermodalkan pas - pasan. Dan dagangan tersebut beliau dasar di depan teras rumahnya, melalui berjualan gorengan, beliau bu Sadiyah berharap banyak pembeli dengan harapan besar ada warga sekitar atau orang lewat sudi mampir membeli dagangannya. 

        Dengan keterbatasan modal hanya beberapa jenis kue saja yang beliau jual sekitar 30 hingga 40 buah dagangan yang dibuat, itupun tidak setiap hari habis dan sering harus menerima di makan sendiri bersama anak - anak nya. 

        2018 menjadi tahun kesedihan dimana sang suami harus menghadap kepada-NYA dari 30 tahun masa pernikahan menjadikan pukulan berat yang harus beliau tanggung untuk menghidupi diri dan anak - anak setiap harinya. 

        Setahun berlalu, gempuran covid-19 menjadikan masa - masa berat semakin menerpa kehidupan beliau dalam mengarungi perjalanan, walau beberapa bantuan dari pemerintah telah beliau dapatkan tapi harus menanggalkan penghasilan dari berjualan kue gorengan karena semakin sepinya pembeli. 

  


Merubah strategi dengan menjajakan keliling

      Tak patah semangat, kerja serabutan hingga menjadi pembantu di rumah warga sekitar dikerjakan dengan beliau sebagai ladang pendapatan. 

         Dikala tidak ada kerjaan, dengan pendapatan dari kerja serabutan beliau berinisiatif kembali untuk memulai berdagang gorengan kembali untuk melanjutkan hidup dalam menafkahi keluarga di depan rumah. 

          Dengan ketekunan dan kualitas gorengan yang di jual, banyak warga yang tertarik untuk membeli dagangan beliau, bahkan ada warga yang mengusulkan untuk berdagang secara dijajakan berkeliling. 

           Dari yang awalnya membawa 30 sampai 40 biji perhari, kini meningkat hingga ratusan biji dengan berbagai varian jenis dagangan gorengan seperti Pisang rebus, Tela rambat rebus, Agar - agar, Dadar gulung, Usus sunduk, Martabak, Pisang goreng, Tahu isi, Sukun goreng, Telo goreng dan lain - lain.     

           Disaat berdagang keliling untuk menjajakan dagangan ke warga mulai pukul 13.00 wib dan habis sekitar pukul 14.00 an, beliau juga sering mendapat pesanan dari warga, pihak RT, RW juga Kelurahan. 

        "Sejak kecil saya diajarkan oleh orang tua terutama ibu untuk tidak mudah putus asa dalam kehidupan ini, yang terpenting segala yang saya kerjakan halal untuk menghidupi dan menyekolahkan anak - anak saya, alhamdulillah dengan kepercayaan dari warga dan pihak terkait, saat ini saya merasa terbantu dalam peningkatan ekonomi, sekali lagi saya ucapkan terima kasih" Ungkap beliau.